HALAMAN PENTING

Minggu, 09 Juni 2013

MISKONSEPSI DALAM IPA DI SD

MISKONSEPSI IPA

Ilmuwan, guru, dan siswa mengamati objek yang sama. Sebagai tanda bahwa telah memahami objek tersebut dibuatlah suatu konsep (tanda verbal) dan lambangnya. Deskripsi seseorang tentang konsep yang dibuat ilmuwan ini disebut konsepsi. Ada konsepsi ilmuwan, ada konsepsi guru, dan ada konsepsi siswa. Pada umumnya, konsepsi ilmuwan merupakan konsepsi yang paling lengkap, paling masuk akal, dan paling banyak manfaatnya dibandingkan dengan dua kosepsi yang lainnya. Karena itu, konsepsi ilmuwan itu dianggap yang benar (paling banyak diterima/diakui). Konsepsi-konsepsi yang lain yang tidak sesuai dengan konsepsi ilmuwan secara umum disebut miskonsepsi. Miskonsepsi ini di kelas sering berinteraksi dengan konsepsi ilmuwan yang dibawa oleh para guru. Dalam bagian ini akan dibicarakan tentang miskonsepsi dan bagaimana menggali miskonsepsi yang dimiliki siswa.
Novak & Gowin (1984) menyatakan bahwa miskonsepsi merupakan suatu interpretasi konsep-konsep dalam suatu pernyataan yang tidak dapat diterima. Sementara itu, Brown (dalam Suparno, 2005:4) menyatakan bahwa miskonsepsi merupakan penjelasan yang salah dan suatu gagasan yang tidak sesuai dengan pengertian ilmiah yang diterima para ahli. Secara rinci miskonsepsi dapat merupakan pengertian yang tidak akurat tentang konsep, penggunaan konsep yang salah, klasifikasi contoh-contoh yang salah tentang penerapan konsep, pemaknaan konsep yang berbeda, kekacauan konsep-konsep yang berbeda, dan hubungan hierarkis konsep-konsep yang tidak benar.

Penyebab miskonsepsi
Berbicara miskonsepsi, tentu banyak faktor penyebabnya, mungkin diantaranya karena faktor perkembangan intelektual individu dari tahap ke tahap. Perkembangan itu menurut teori Piaget terjadi secara berurutan mulai dari sensorimotor, pre-operasional, operasional konkrit, menuju ke operasional abstrak/ operasi formal. Seseorang, dalam perkembangannya, hanya berada pada satu tahap tertentu atau dalam transisi antara dua tahap yang berurutan. Oleh karena itu kelompok Piaget menyarankan agar pembelajaran disesuaikan dengan tahap-tahap perkembangan intelektual siswa. Namun demikian siswa tidak berarti tidak lagi menghadapi masalah bila pembelajarannya telah sesuai dengan tahap perkembangan intelegensinya, karena paling tidak ada empat faktor yang berpengaruh pada perkembangan itu, yatitu proses menuju kedewasaan, interaksi social, pengalaman hidup dan ke-tidakseimbang-an kognitif.
Proses menuju kedewasaan merupakan fungsi dari waktu. Semakin tua umurnya ia semakin dewasa. Interaksi social merujuk pada hubungan dan interaksi antara dirinya dengan keluarga dan teman-temannya. Pengalaman hidup diperoleh dari hasil pemahamannya tentang dunia sekitarnya. Pada umumnya dengan cara membandingkannya dengan yang lain. Ke-tidakseimbangan kognitif merujuk pada situasi konflik antara pengetahuan yang lama dan pengetahuan yang baru. Konflik semacam ini menuntun siswa mengajukan berbagai pertanyaan.
Ke-tidakseimbang-an ini akan diselesaikan melalui proses asimilasi dan akomodasi. Asimilasi merupakan usaha untuk menempatkan pengetahuan yang baru di antara pengetahuan yang telah ada. Dengan cara seperti itu, pengetahuan yang baru menjadi berarti baginya, pengetahuan baru menjadi bermakna baginya. Namun, kenyataannya proses asimilasi itu tidak selalu mulus berlangsung. Karena itu, proses akomodasi mengambil alih.
Akomodasi merujuk suatu proses menyusun cara berpikir baru untuk menghadapi sesuatu yang sungguh-sungguh baru atau karena proses asimilasi tidak dapat berlangsung. Cara berpikir berpikir menghadapi dunia ini, sering disebut struktur mental. Sesaat setelah terbentuk, struktur mental ini akan dipakai berulang-ulang dari waktu ke waktu dalam menghadapi pengetahuan yang baru. Kemungkinan juga akan dihasilkan struktur mental yang baru, maka siswa akan membuat hubungan antara masing-masing struktur mental itu satu dengan yang lain.
Miskonsepsi tidak hanya terjadi pada siswa tetapi juga terjadi pada guru. Hal ini menyebabkan miskonsepsi pada siswa semakin besar. Miskonsepsi juga dapat terjadi pada buku-buku yang dijual di pasaran. Jika buku tersebut digunakan guru dan siswa sebagai sumber belajar maka guru dan siswa tersebut akan mengalami miskonsepsi dan bahkan makin memperkuat miskonsepsi yang sebelumnya sudah terjadi.
a.    Siswa
Konsep awal yang dimiliki siswa menunjukkan bahwa pikiran siswa sejak lahir tidak kosong atau diam. Selama melakukan interaksi dengan lingkungannya siswa terus aktif mencari informasi untuk memahami sesuatu. Menurut teori konstruktivistik, proses kontruksi pengetahuan seseorang akan terbangun sejak lahir. Siswa yang baru belajar secara formal di sekolah pada usia 6-7 tahun, sudah memiliki konsepsi awal sesuai dengan pengalaman dan informasi yang diterimanya dari orang tua dan lingkungan sekitarnya. Dalam hal ini, sangat besar kemungkinan konsepsi awal yang dimiliki siswa tidak sesuai dengan konsep ilmiah yang dalam bidang IPA.
Banyak hal lain yang menyebabkan terjadinya miskonsepsi yang ditimbulkan oleh siswa itu sendiri. Diantaranya tahap perkembangan kognitif yang tidak sesuai dengan konsep yang dipelajari, penalaran siswa yang terbatas dan salah, kemampuan siswa menangkap dan memahami konsep yang dipelajari, dan minat siswa untuk mempelajari konsep yang diberikan dan diajarkan.
b.    Guru
Miskonsepsi pada siswa tidak hanya terjadi pada lingkungan keluarga tetapi juga dapat terjadi karena miskonsepsi yang terjadi pada guru. Guru yang tidak menguasai bahan ajar atau memiliki pemahaman yang tidak benar tentang suatu konsep akan menyebabkan siswa mengalami miskonsepsi. Banyak guru yang melaksanakan pembelajaran IPA hanya dengan berbicara dan menulis di papan tulis. Guru jarang bahkan tidak pernah melaksanakan kegiatan eksperimen atau demonstrasi. Guru jarang memberikan contoh-contoh penerapan konsep yang dipelajari dalam kehidupan sehari-hari di lingkungan siswa. Bahkan masih banyak guru yang melaksanakan pembelajaran atas dasar tugas rutin yang harus selesai pada waktunya. Hal ini menyebabkan guru berlari sendirian sementara siswa tetap diam di tempat atau terseok-seok mengikuti guru dengan caranya sendiri.
Materi IPA di sekolah bukanlah mata pelajaran yang berisi sejarah IPA tetapi merupakan materi yang dikembangkan berdasarkan pengalaman dan kegiatan konkret. Oleh karena itu, mata pelajaran IPA tidak dapat diberikan dengan berbicara dan menulis saja tetapi harus didasarkan pada pengalaman siswa dalam kehidupan sehari-hari dan diperoleh melalui kegiatan praktikum atau langsung berinteraksi dengan benda yang dipelajari.
c.       Metode pembelajaran
Pemilihan guru terhadap metode pembelajaran dan pelaksanaannya di kelas sangat berpengaruh terhadap terjadinya miskonsepsi pada siswa. Oleh karena itu, guru perlu memahami dan memiliki keterampilan dalam memilih metode pembelajaran yang akan dilaksanakannya. Berikut beberapa contoh metode pembelajaran dalam IPA.
Metode ceramah merupakan metode yang paling banyak dipilih dan dilaksanakan oleh guru di sekolah. Mengapa? Dengan berbagai argumentasi, tentunya semua guru dapat memberikan alasan mengapa akhirnya mereka memilih metode ceramah. Metode ceramah memang dapat digunakan dalam pembelajaran IPA. tetapi akan lebih baik jika guru tidak membatasi diri dengan satu metode saja. Guru perlu kritis dengan metode yang dipilih dan digunakannya. Metode ceramah yang tidak memberi kesempatan pada siswa untuk bertanya dan mengungkapkan gagasannya seringkali meneruskan dan memupuk miskonsepsi.
Metode demonstrasi merupakan salah satu metode yang dianjurkan dalam pembelajaran IPA. Metode demonstrasi dilakukan untuk mengatasi kekurangan alat dan bahan pembelajaran. Fungsi metode demonstrasi adalah memberikan pembuktian bagi suatu konsep dengan cara melakukan, mengamati dan menguji. Metode demonstrasi juga membuat pembelajaran lebih menarik, untuk memperkenalkan cara kerja alat atau memperkenalkan penggunaan alat dan bahan untuk melakukan eksperimen. Metode demonstrasi sebaiknya tidak hanya menampilkan peristiwa IPA yang benar saja. Metode demonstrasi yang selalu menampilkan peristiwa yang benar saja dapat membuat siswa bingung dan tidak punya keinginan untuk mencoba sendiri sehingga siswa mengalami miskonsepsi. Oleh karena itu, metode demonstrasi hendaknya menampilkan peristiwa yang benar dan yang salah serta menggunakan peristiwa dalam kehidupan sehari-hari siswa.
Metode eksperimen merupakan metode yang sangat dianjurkan dalam pembelajaran IPA karena melalui praktek sendiri mempelajari peristiwa alam siswa diajak untuk mengenali dan menganalisis penyebab dan dampak peristiwa alam dalam kehidupan sehari-hari. Namun penggunaan metode eksperimen tidak selamanya menjadi yang terbaik. Penggunaan metode eksperimen yang sifatnya membuktikan sesuatu dan sudah diketahui jawabannya sebelum kegiatan eksperimen dilakukan akan menyebabkan kegiatan eksperimen tersebut tidak bermakna bahkan menimbulkan miskonsepsi pada siswa. Hal ini terjadi jika kegiatan eksperimen dilakukan dengan data-data yang sangat terbatas sehingga konsep IPA yang dipelajari menjadi sulit dipahami siswa.
Metode diskusi merupakan metode yang banyak digunakan guru dalam pembelajaran IPA terutama jika pembelajaran tersebut dilaksanakan dengan kelompok belajar siswa. Metode diskusi pada dasarnya merupakan kerja kelompok siswa yang berperan membantu siswa untuk mengembangkan dan memeriksa kembali konsep dan pengetahuannya dengan membandingkannya dengan konsep dan pengetahuan siswa-siswa lainnya. Namun, metode diskusi juga dapat menyebabkan terjadinya miskonspsi pada siswa jika dalam kelompok diskusi tersebut siswa mempunyai konsep yang salah maka kesalahan tersebut akan semakin diperkuat oleh siswa lain. Jika hal ini dibiarkan maka akan terjadi miskonsepsi pada siswa. Oleh karena itu, guru hendaknya membantu siswa dalam menanggapi konsep yang dipelajari dan memperbaikinya.

Ada banyak cara untuk membantu siswa mengatasi miskonsepsi. Secara umum, kiat yang tepat untuk membantu siswa mengatasi miskonsepsi adalah mencari bentuk kesalahan yang dimiliki siswa itu, mencari sebab-sebabnya, dan menemukan cara yang sesuai untuk mengatasi miskonsepsi tersebut.
Hal pertama yang harus dilakukan guru adalah memahami kerangka berpikir siswa. Dengan memahami apa yang dipikirkan siswa dan apa gagasan siswa diharapkan guru dapat mengetahui penyebab miskonsepsi dan menemukan cara mengatasi miskonsepsi tersebut.
Hal yang dapat dilakukan guru adalah:
a) memberi kesempatan pada siswa untuk mengungkapkan gagasan dan pemikirannya mengenai bahan yang sedang dibicarakan secara lisan atau tertulis;
b) memberi pertanyaan kepada siswa tentang konsep yang biasanya membuat siswa bingung dan siswa diminta menjawab secara jujur; dan
c) mengajak siswa untuk berdiskusi tentang bahan tertentu yang biasanya mengandung miskonsepsi, dan guru membiarkan siswa berdiskusi dengan bebas. Selanjutnya guru menemukan cara mengatasi miskonsepsi berdasarkan penyebabnya seperti yang diuraikan pada bagian sebelumnya.

Kapan miskonsepsi terjadi?
Menurut teori perkembangan intelektual Piaget, miskonsepsi akan terjadi jika struktur mental yang ada tidak cukup akurat untuk mengakomodasi pengetahuan yang baru. Miskonsepsi akan mudah diketahui melalui penalaran yang digunakan mungkin kurang masuk akal, mungkin kurang lengkap, mungkin juga kurang jelas.
Sementara itu, kelompok konstruktivisme, melihat bahwa porses konstruksi pengetahuan itu tidak melulu hanya logika berpikir tetapi merupakan campuran antara pengalaman, hasil pengamatan, kemampuan berpikir, dan kemampuan berbahasa. Karena itu, pengetahuan yang dikonstruksi siswa tidak akan mungkin sama seratus persen antara yang satu dengan yang lain. Apalagi, jika dibandingkan dengan pengetahuan yang disusun para ilmuwan. Orang mengatakan konsepsi yang berbeda dari konsepsi ilmuwan disebut miskonsepsi, karena konsepsi ilmuwan dianggap yang „benar‟.


Contoh miskonsepsi dalam IPA:
Miskonsepsi dalam Gerak, Gaya, dan Energi
Benda yang besar (atau berat) akan jatuh lebih dulu
Jawablah pertanyaan berikut:








Apabila pertanyaan ini ditanyakan ke siswa Anda, kebanyakan mereka akan memilih jawaban B. Siswa Anda telah akrab dengan benda jatuh, dan berdasarkan pengalaman sehari-hari dan dari intuisi mereka, benda yang berat akan jatuh lebih cepat dibandingkan dengan benda yang ringan. Sebagai misal, sehelai bulu akan jatuh lebih lambat dibandingkan dengan setumpuk buku. Hasil pengalaman dan intuisi ini oleh siswa digeneralisasikan menjadi sebuah pemahaman bahwa benda yang berat jatuh lebih cepat daripada benda yang ringan. Padahal, selain gaya gravitasi terdapat satu gaya lagi yang berpengaruh terhadap benda jatuh, yakni gaya gesek benda dengan udara. Sehelai bulu akan melayang-layang di udara, karena gaya geseknya dengan udara cukup besar untuk mengimbangi gaya berat bulu. Apabila faktor gesekan udara ini tidak terlalu berpengaruh, misalnya di tabung hampa udara atau untuk benda pejal berbentuk bola, maka kedua benda akan sampai di tanah dalam waktu yang bersamaan. Jadi, jawaban yang benar adalah C.


Matahari bergerak mengelilingi bumi. Setiap hari, kita melihat matahari di pagi hari terbit di ufuk timur. Tengah hari berada tepat di atas kepala kita. Senja hari, tenggelam di ufuk barat. Kesimpulan apa yang dibuat siswa-siswa Anda?. Ya, banyak anak usia SD yang berpendapat bahwa matahari bergerak mengelilingi bumi dari timur ke barat siang malam. Pengalaman dapat menimbulkan miskonsepsi.
Ayam berkokok mempengaruhi matahari terbit. Setiap subuh, Anda mendengar suara ayam berkokok demikian juga yang tinggal berdekatan dengan mesjid, atau surau mendengar suara Azdan subuh. Tidak lama kemudian Anda melihat matahari terbit. Apa kesimpulan Anda? Para murid Anda ada yang berpendapat ayam berkokok mempengaruhi matahari terbit. Pengamatan yang kurang memadai dapat menghasilkan miskonsepsi.
Miskonsepsi tentang Fotosintesis dapat dilakukan pada malam hari. Fotosintesis pada tumbuhan hanya dapat terjadi dengan bantuan cahaya matahari, sehingga hanya bisa dilakukan pada siang hari.
Miskonsepsi di tingkat SD
Marilah kita lihat bagaimana perhatian dunia terhadap miskonsepsi ini. Sudah berulang kali dilaksanakan seminar internasional tentang miskonsepsi. Diawali di Universitas Cornell, AS pada bulan Juli 1983 (Helm and Novak, 1983). Ada 55 makalah dan diikuti oleh 118 orang. Makalah-makalah itu meliputi: perspektif teoritis dan filosofis (8 makalah), isu-isu instruksional (9 makalah), panelitian dan isu-isu metodologisnya (12 makalah), perspektif etimologis dan histories (12 makalah), IPA SD (2 makalah), fisika (12), biologi (6), Kimia (1), dan matematika (5). Belakangan banyak peneliti mengarahkan perhatiannya pada IPA SD.
Khusus tingkat SD, pada awalnya memang hanya sedikit peneliti yang sungguh memperhatikan keberadaan miskonsepsi ini, karena saat itu ada anggapan bahwa siswa SD sungguh belum memiliki pengethauan awal. Belakangan anggapan tersebut mulai ditinggalkan. Sedikit demi sedikit penelitian miskonsepsi di tingkat SD semakin berkembang.
Siswa SD datang ke sekolah telah membawa pengetahuan tentang bagaimana sesuatu itu terjadi. Mereka juga punya harapan-harapan yang memungkinkan mereka membuat dugaan-dugaan. Sejak usia dini mereka telah memiliki gagasan-gagasan tentang dunia di sekitar mereka.
Fisher (1985) mengatakan bahwa miskonsepsi dapat memenuhi kebutuhan yang bersangkutan yang disebabkan yang bersangkutan bingung, atau memang kekurangan pengetahuan. Ada sejumlah karakteristik miskonsepsi di tingkat SD ini. Miskonsepsi merupakan varian dari konsepsi ilmuwan, karena itu tidak konsisten dengan pemikiran para ahli. Miskonsepsi tersebar ke seluruh tingkat kepandaian dan seluruh tingkat kelas. Ada sejumlah mikonsepsi yang sungguh sulit diperbaiki. Miskonsepsi sering diperkuat oleh kerangka berpikir siswa yang cukup kokoh sehingga sukar diubah. Penelitian juga menunjukkan bahwa sejumlah guru juga memiliki miskonsepsi.
Clough dan Wood-Robinson (1985) menyarankan lebih detail lagi. Mereka minta agar pembelajaran diawali dengan menggali gagasan siswa dan mempergunakan gagasan tersebut sebagai batu pijakan selanjutnya. Mereka juga menyarankan agar digunakan struktur pembelajaran yang memfasilitasi perubahan konseptual ini (sudah diakomodasi dalam bahan ajar ini).
Sejumlah penelitian juga menyarankan agar siswa diberi keleluasaan mengeksplorasi gagasannya sendiri tanpa tekanan dari yang lain. Seperti yang dibicarakan pada Unit 2 subunit 2, kelas dipandang sebagai masyarakat pencari pengetahuan.

Hopps (1985) memberikan sejumlah gagasan segar tentang miskonsepsi ini. Pertama kita tidak dapat mengharapkan siswa dapat mengidentifikasi stimuli kunci tanpa bantuan para guru. Kedua, kita juga tidak dapat mengharap siswa memfokuskan perhatiannya pada aktivitas kunci tanpa bantuan para guru. Dan ketiga, model perubahan konseptual perlu diimplementasikan.

MISKONSEPSI DALAM IPA DI SD

MISKONSEPSI IPA

Ilmuwan, guru, dan siswa mengamati objek yang sama. Sebagai tanda bahwa telah memahami objek tersebut dibuatlah suatu konsep (tanda verbal) dan lambangnya. Deskripsi seseorang tentang konsep yang dibuat ilmuwan ini disebut konsepsi. Ada konsepsi ilmuwan, ada konsepsi guru, dan ada konsepsi siswa. Pada umumnya, konsepsi ilmuwan merupakan konsepsi yang paling lengkap, paling masuk akal, dan paling banyak manfaatnya dibandingkan dengan dua kosepsi yang lainnya. Karena itu, konsepsi ilmuwan itu dianggap yang benar (paling banyak diterima/diakui). Konsepsi-konsepsi yang lain yang tidak sesuai dengan konsepsi ilmuwan secara umum disebut miskonsepsi. Miskonsepsi ini di kelas sering berinteraksi dengan konsepsi ilmuwan yang dibawa oleh para guru. Dalam bagian ini akan dibicarakan tentang miskonsepsi dan bagaimana menggali miskonsepsi yang dimiliki siswa.
Novak & Gowin (1984) menyatakan bahwa miskonsepsi merupakan suatu interpretasi konsep-konsep dalam suatu pernyataan yang tidak dapat diterima. Sementara itu, Brown (dalam Suparno, 2005:4) menyatakan bahwa miskonsepsi merupakan penjelasan yang salah dan suatu gagasan yang tidak sesuai dengan pengertian ilmiah yang diterima para ahli. Secara rinci miskonsepsi dapat merupakan pengertian yang tidak akurat tentang konsep, penggunaan konsep yang salah, klasifikasi contoh-contoh yang salah tentang penerapan konsep, pemaknaan konsep yang berbeda, kekacauan konsep-konsep yang berbeda, dan hubungan hierarkis konsep-konsep yang tidak benar.

Penyebab miskonsepsi
Berbicara miskonsepsi, tentu banyak faktor penyebabnya, mungkin diantaranya karena faktor perkembangan intelektual individu dari tahap ke tahap. Perkembangan itu menurut teori Piaget terjadi secara berurutan mulai dari sensorimotor, pre-operasional, operasional konkrit, menuju ke operasional abstrak/ operasi formal. Seseorang, dalam perkembangannya, hanya berada pada satu tahap tertentu atau dalam transisi antara dua tahap yang berurutan. Oleh karena itu kelompok Piaget menyarankan agar pembelajaran disesuaikan dengan tahap-tahap perkembangan intelektual siswa. Namun demikian siswa tidak berarti tidak lagi menghadapi masalah bila pembelajarannya telah sesuai dengan tahap perkembangan intelegensinya, karena paling tidak ada empat faktor yang berpengaruh pada perkembangan itu, yatitu proses menuju kedewasaan, interaksi social, pengalaman hidup dan ke-tidakseimbang-an kognitif.
Proses menuju kedewasaan merupakan fungsi dari waktu. Semakin tua umurnya ia semakin dewasa. Interaksi social merujuk pada hubungan dan interaksi antara dirinya dengan keluarga dan teman-temannya. Pengalaman hidup diperoleh dari hasil pemahamannya tentang dunia sekitarnya. Pada umumnya dengan cara membandingkannya dengan yang lain. Ke-tidakseimbangan kognitif merujuk pada situasi konflik antara pengetahuan yang lama dan pengetahuan yang baru. Konflik semacam ini menuntun siswa mengajukan berbagai pertanyaan.
Ke-tidakseimbang-an ini akan diselesaikan melalui proses asimilasi dan akomodasi. Asimilasi merupakan usaha untuk menempatkan pengetahuan yang baru di antara pengetahuan yang telah ada. Dengan cara seperti itu, pengetahuan yang baru menjadi berarti baginya, pengetahuan baru menjadi bermakna baginya. Namun, kenyataannya proses asimilasi itu tidak selalu mulus berlangsung. Karena itu, proses akomodasi mengambil alih.
Akomodasi merujuk suatu proses menyusun cara berpikir baru untuk menghadapi sesuatu yang sungguh-sungguh baru atau karena proses asimilasi tidak dapat berlangsung. Cara berpikir berpikir menghadapi dunia ini, sering disebut struktur mental. Sesaat setelah terbentuk, struktur mental ini akan dipakai berulang-ulang dari waktu ke waktu dalam menghadapi pengetahuan yang baru. Kemungkinan juga akan dihasilkan struktur mental yang baru, maka siswa akan membuat hubungan antara masing-masing struktur mental itu satu dengan yang lain.
Miskonsepsi tidak hanya terjadi pada siswa tetapi juga terjadi pada guru. Hal ini menyebabkan miskonsepsi pada siswa semakin besar. Miskonsepsi juga dapat terjadi pada buku-buku yang dijual di pasaran. Jika buku tersebut digunakan guru dan siswa sebagai sumber belajar maka guru dan siswa tersebut akan mengalami miskonsepsi dan bahkan makin memperkuat miskonsepsi yang sebelumnya sudah terjadi.
a.    Siswa
Konsep awal yang dimiliki siswa menunjukkan bahwa pikiran siswa sejak lahir tidak kosong atau diam. Selama melakukan interaksi dengan lingkungannya siswa terus aktif mencari informasi untuk memahami sesuatu. Menurut teori konstruktivistik, proses kontruksi pengetahuan seseorang akan terbangun sejak lahir. Siswa yang baru belajar secara formal di sekolah pada usia 6-7 tahun, sudah memiliki konsepsi awal sesuai dengan pengalaman dan informasi yang diterimanya dari orang tua dan lingkungan sekitarnya. Dalam hal ini, sangat besar kemungkinan konsepsi awal yang dimiliki siswa tidak sesuai dengan konsep ilmiah yang dalam bidang IPA.
Banyak hal lain yang menyebabkan terjadinya miskonsepsi yang ditimbulkan oleh siswa itu sendiri. Diantaranya tahap perkembangan kognitif yang tidak sesuai dengan konsep yang dipelajari, penalaran siswa yang terbatas dan salah, kemampuan siswa menangkap dan memahami konsep yang dipelajari, dan minat siswa untuk mempelajari konsep yang diberikan dan diajarkan.
b.    Guru
Miskonsepsi pada siswa tidak hanya terjadi pada lingkungan keluarga tetapi juga dapat terjadi karena miskonsepsi yang terjadi pada guru. Guru yang tidak menguasai bahan ajar atau memiliki pemahaman yang tidak benar tentang suatu konsep akan menyebabkan siswa mengalami miskonsepsi. Banyak guru yang melaksanakan pembelajaran IPA hanya dengan berbicara dan menulis di papan tulis. Guru jarang bahkan tidak pernah melaksanakan kegiatan eksperimen atau demonstrasi. Guru jarang memberikan contoh-contoh penerapan konsep yang dipelajari dalam kehidupan sehari-hari di lingkungan siswa. Bahkan masih banyak guru yang melaksanakan pembelajaran atas dasar tugas rutin yang harus selesai pada waktunya. Hal ini menyebabkan guru berlari sendirian sementara siswa tetap diam di tempat atau terseok-seok mengikuti guru dengan caranya sendiri.
Materi IPA di sekolah bukanlah mata pelajaran yang berisi sejarah IPA tetapi merupakan materi yang dikembangkan berdasarkan pengalaman dan kegiatan konkret. Oleh karena itu, mata pelajaran IPA tidak dapat diberikan dengan berbicara dan menulis saja tetapi harus didasarkan pada pengalaman siswa dalam kehidupan sehari-hari dan diperoleh melalui kegiatan praktikum atau langsung berinteraksi dengan benda yang dipelajari.
c.       Metode pembelajaran
Pemilihan guru terhadap metode pembelajaran dan pelaksanaannya di kelas sangat berpengaruh terhadap terjadinya miskonsepsi pada siswa. Oleh karena itu, guru perlu memahami dan memiliki keterampilan dalam memilih metode pembelajaran yang akan dilaksanakannya. Berikut beberapa contoh metode pembelajaran dalam IPA.
Metode ceramah merupakan metode yang paling banyak dipilih dan dilaksanakan oleh guru di sekolah. Mengapa? Dengan berbagai argumentasi, tentunya semua guru dapat memberikan alasan mengapa akhirnya mereka memilih metode ceramah. Metode ceramah memang dapat digunakan dalam pembelajaran IPA. tetapi akan lebih baik jika guru tidak membatasi diri dengan satu metode saja. Guru perlu kritis dengan metode yang dipilih dan digunakannya. Metode ceramah yang tidak memberi kesempatan pada siswa untuk bertanya dan mengungkapkan gagasannya seringkali meneruskan dan memupuk miskonsepsi.
Metode demonstrasi merupakan salah satu metode yang dianjurkan dalam pembelajaran IPA. Metode demonstrasi dilakukan untuk mengatasi kekurangan alat dan bahan pembelajaran. Fungsi metode demonstrasi adalah memberikan pembuktian bagi suatu konsep dengan cara melakukan, mengamati dan menguji. Metode demonstrasi juga membuat pembelajaran lebih menarik, untuk memperkenalkan cara kerja alat atau memperkenalkan penggunaan alat dan bahan untuk melakukan eksperimen. Metode demonstrasi sebaiknya tidak hanya menampilkan peristiwa IPA yang benar saja. Metode demonstrasi yang selalu menampilkan peristiwa yang benar saja dapat membuat siswa bingung dan tidak punya keinginan untuk mencoba sendiri sehingga siswa mengalami miskonsepsi. Oleh karena itu, metode demonstrasi hendaknya menampilkan peristiwa yang benar dan yang salah serta menggunakan peristiwa dalam kehidupan sehari-hari siswa.
Metode eksperimen merupakan metode yang sangat dianjurkan dalam pembelajaran IPA karena melalui praktek sendiri mempelajari peristiwa alam siswa diajak untuk mengenali dan menganalisis penyebab dan dampak peristiwa alam dalam kehidupan sehari-hari. Namun penggunaan metode eksperimen tidak selamanya menjadi yang terbaik. Penggunaan metode eksperimen yang sifatnya membuktikan sesuatu dan sudah diketahui jawabannya sebelum kegiatan eksperimen dilakukan akan menyebabkan kegiatan eksperimen tersebut tidak bermakna bahkan menimbulkan miskonsepsi pada siswa. Hal ini terjadi jika kegiatan eksperimen dilakukan dengan data-data yang sangat terbatas sehingga konsep IPA yang dipelajari menjadi sulit dipahami siswa.
Metode diskusi merupakan metode yang banyak digunakan guru dalam pembelajaran IPA terutama jika pembelajaran tersebut dilaksanakan dengan kelompok belajar siswa. Metode diskusi pada dasarnya merupakan kerja kelompok siswa yang berperan membantu siswa untuk mengembangkan dan memeriksa kembali konsep dan pengetahuannya dengan membandingkannya dengan konsep dan pengetahuan siswa-siswa lainnya. Namun, metode diskusi juga dapat menyebabkan terjadinya miskonspsi pada siswa jika dalam kelompok diskusi tersebut siswa mempunyai konsep yang salah maka kesalahan tersebut akan semakin diperkuat oleh siswa lain. Jika hal ini dibiarkan maka akan terjadi miskonsepsi pada siswa. Oleh karena itu, guru hendaknya membantu siswa dalam menanggapi konsep yang dipelajari dan memperbaikinya.

Ada banyak cara untuk membantu siswa mengatasi miskonsepsi. Secara umum, kiat yang tepat untuk membantu siswa mengatasi miskonsepsi adalah mencari bentuk kesalahan yang dimiliki siswa itu, mencari sebab-sebabnya, dan menemukan cara yang sesuai untuk mengatasi miskonsepsi tersebut.
Hal pertama yang harus dilakukan guru adalah memahami kerangka berpikir siswa. Dengan memahami apa yang dipikirkan siswa dan apa gagasan siswa diharapkan guru dapat mengetahui penyebab miskonsepsi dan menemukan cara mengatasi miskonsepsi tersebut.
Hal yang dapat dilakukan guru adalah:
a) memberi kesempatan pada siswa untuk mengungkapkan gagasan dan pemikirannya mengenai bahan yang sedang dibicarakan secara lisan atau tertulis;
b) memberi pertanyaan kepada siswa tentang konsep yang biasanya membuat siswa bingung dan siswa diminta menjawab secara jujur; dan
c) mengajak siswa untuk berdiskusi tentang bahan tertentu yang biasanya mengandung miskonsepsi, dan guru membiarkan siswa berdiskusi dengan bebas. Selanjutnya guru menemukan cara mengatasi miskonsepsi berdasarkan penyebabnya seperti yang diuraikan pada bagian sebelumnya.

Kapan miskonsepsi terjadi?
Menurut teori perkembangan intelektual Piaget, miskonsepsi akan terjadi jika struktur mental yang ada tidak cukup akurat untuk mengakomodasi pengetahuan yang baru. Miskonsepsi akan mudah diketahui melalui penalaran yang digunakan mungkin kurang masuk akal, mungkin kurang lengkap, mungkin juga kurang jelas.
Sementara itu, kelompok konstruktivisme, melihat bahwa porses konstruksi pengetahuan itu tidak melulu hanya logika berpikir tetapi merupakan campuran antara pengalaman, hasil pengamatan, kemampuan berpikir, dan kemampuan berbahasa. Karena itu, pengetahuan yang dikonstruksi siswa tidak akan mungkin sama seratus persen antara yang satu dengan yang lain. Apalagi, jika dibandingkan dengan pengetahuan yang disusun para ilmuwan. Orang mengatakan konsepsi yang berbeda dari konsepsi ilmuwan disebut miskonsepsi, karena konsepsi ilmuwan dianggap yang „benar‟.


Contoh miskonsepsi dalam IPA:
Miskonsepsi dalam Gerak, Gaya, dan Energi
Benda yang besar (atau berat) akan jatuh lebih dulu
Jawablah pertanyaan berikut:
Rounded Rectangle: Sebuah kelereng dan bola besi tolak peluru dijatuhkan bersamaan dari ketinggaian yang sama. Pernyataaan manakah yang benar? 
A. Kelereng sampai di tanah lebih dulu 
B. Bola tolak peluru sampai di tanah lebih dulu 
C. Kedua benda tersebut jatuh bersamaan. 

 








Apabila pertanyaan ini ditanyakan ke siswa Anda, kebanyakan mereka akan memilih jawaban B. Siswa Anda telah akrab dengan benda jatuh, dan berdasarkan pengalaman sehari-hari dan dari intuisi mereka, benda yang berat akan jatuh lebih cepat dibandingkan dengan benda yang ringan. Sebagai misal, sehelai bulu akan jatuh lebih lambat dibandingkan dengan setumpuk buku. Hasil pengalaman dan intuisi ini oleh siswa digeneralisasikan menjadi sebuah pemahaman bahwa benda yang berat jatuh lebih cepat daripada benda yang ringan. Padahal, selain gaya gravitasi terdapat satu gaya lagi yang berpengaruh terhadap benda jatuh, yakni gaya gesek benda dengan udara. Sehelai bulu akan melayang-layang di udara, karena gaya geseknya dengan udara cukup besar untuk mengimbangi gaya berat bulu. Apabila faktor gesekan udara ini tidak terlalu berpengaruh, misalnya di tabung hampa udara atau untuk benda pejal berbentuk bola, maka kedua benda akan sampai di tanah dalam waktu yang bersamaan. Jadi, jawaban yang benar adalah C.


Matahari bergerak mengelilingi bumi. Setiap hari, kita melihat matahari di pagi hari terbit di ufuk timur. Tengah hari berada tepat di atas kepala kita. Senja hari, tenggelam di ufuk barat. Kesimpulan apa yang dibuat siswa-siswa Anda?. Ya, banyak anak usia SD yang berpendapat bahwa matahari bergerak mengelilingi bumi dari timur ke barat siang malam. Pengalaman dapat menimbulkan miskonsepsi.
Ayam berkokok mempengaruhi matahari terbit. Setiap subuh, Anda mendengar suara ayam berkokok demikian juga yang tinggal berdekatan dengan mesjid, atau surau mendengar suara Azdan subuh. Tidak lama kemudian Anda melihat matahari terbit. Apa kesimpulan Anda? Para murid Anda ada yang berpendapat ayam berkokok mempengaruhi matahari terbit. Pengamatan yang kurang memadai dapat menghasilkan miskonsepsi.
Miskonsepsi tentang Fotosintesis dapat dilakukan pada malam hari. Fotosintesis pada tumbuhan hanya dapat terjadi dengan bantuan cahaya matahari, sehingga hanya bisa dilakukan pada siang hari.
Miskonsepsi di tingkat SD
Marilah kita lihat bagaimana perhatian dunia terhadap miskonsepsi ini. Sudah berulang kali dilaksanakan seminar internasional tentang miskonsepsi. Diawali di Universitas Cornell, AS pada bulan Juli 1983 (Helm and Novak, 1983). Ada 55 makalah dan diikuti oleh 118 orang. Makalah-makalah itu meliputi: perspektif teoritis dan filosofis (8 makalah), isu-isu instruksional (9 makalah), panelitian dan isu-isu metodologisnya (12 makalah), perspektif etimologis dan histories (12 makalah), IPA SD (2 makalah), fisika (12), biologi (6), Kimia (1), dan matematika (5). Belakangan banyak peneliti mengarahkan perhatiannya pada IPA SD.
Khusus tingkat SD, pada awalnya memang hanya sedikit peneliti yang sungguh memperhatikan keberadaan miskonsepsi ini, karena saat itu ada anggapan bahwa siswa SD sungguh belum memiliki pengethauan awal. Belakangan anggapan tersebut mulai ditinggalkan. Sedikit demi sedikit penelitian miskonsepsi di tingkat SD semakin berkembang.
Siswa SD datang ke sekolah telah membawa pengetahuan tentang bagaimana sesuatu itu terjadi. Mereka juga punya harapan-harapan yang memungkinkan mereka membuat dugaan-dugaan. Sejak usia dini mereka telah memiliki gagasan-gagasan tentang dunia di sekitar mereka.
Fisher (1985) mengatakan bahwa miskonsepsi dapat memenuhi kebutuhan yang bersangkutan yang disebabkan yang bersangkutan bingung, atau memang kekurangan pengetahuan. Ada sejumlah karakteristik miskonsepsi di tingkat SD ini. Miskonsepsi merupakan varian dari konsepsi ilmuwan, karena itu tidak konsisten dengan pemikiran para ahli. Miskonsepsi tersebar ke seluruh tingkat kepandaian dan seluruh tingkat kelas. Ada sejumlah mikonsepsi yang sungguh sulit diperbaiki. Miskonsepsi sering diperkuat oleh kerangka berpikir siswa yang cukup kokoh sehingga sukar diubah. Penelitian juga menunjukkan bahwa sejumlah guru juga memiliki miskonsepsi.
Clough dan Wood-Robinson (1985) menyarankan lebih detail lagi. Mereka minta agar pembelajaran diawali dengan menggali gagasan siswa dan mempergunakan gagasan tersebut sebagai batu pijakan selanjutnya. Mereka juga menyarankan agar digunakan struktur pembelajaran yang memfasilitasi perubahan konseptual ini (sudah diakomodasi dalam bahan ajar ini).
Sejumlah penelitian juga menyarankan agar siswa diberi keleluasaan mengeksplorasi gagasannya sendiri tanpa tekanan dari yang lain. Seperti yang dibicarakan pada Unit 2 subunit 2, kelas dipandang sebagai masyarakat pencari pengetahuan.

Hopps (1985) memberikan sejumlah gagasan segar tentang miskonsepsi ini. Pertama kita tidak dapat mengharapkan siswa dapat mengidentifikasi stimuli kunci tanpa bantuan para guru. Kedua, kita juga tidak dapat mengharap siswa memfokuskan perhatiannya pada aktivitas kunci tanpa bantuan para guru. Dan ketiga, model perubahan konseptual perlu diimplementasikan.

MISKONSEPSI DALAM IPA DI SD

MISKONSEPSI IPA

Ilmuwan, guru, dan siswa mengamati objek yang sama. Sebagai tanda bahwa telah memahami objek tersebut dibuatlah suatu konsep (tanda verbal) dan lambangnya. Deskripsi seseorang tentang konsep yang dibuat ilmuwan ini disebut konsepsi. Ada konsepsi ilmuwan, ada konsepsi guru, dan ada konsepsi siswa. Pada umumnya, konsepsi ilmuwan merupakan konsepsi yang paling lengkap, paling masuk akal, dan paling banyak manfaatnya dibandingkan dengan dua kosepsi yang lainnya. Karena itu, konsepsi ilmuwan itu dianggap yang benar (paling banyak diterima/diakui). Konsepsi-konsepsi yang lain yang tidak sesuai dengan konsepsi ilmuwan secara umum disebut miskonsepsi. Miskonsepsi ini di kelas sering berinteraksi dengan konsepsi ilmuwan yang dibawa oleh para guru. Dalam bagian ini akan dibicarakan tentang miskonsepsi dan bagaimana menggali miskonsepsi yang dimiliki siswa.
Novak & Gowin (1984) menyatakan bahwa miskonsepsi merupakan suatu interpretasi konsep-konsep dalam suatu pernyataan yang tidak dapat diterima. Sementara itu, Brown (dalam Suparno, 2005:4) menyatakan bahwa miskonsepsi merupakan penjelasan yang salah dan suatu gagasan yang tidak sesuai dengan pengertian ilmiah yang diterima para ahli. Secara rinci miskonsepsi dapat merupakan pengertian yang tidak akurat tentang konsep, penggunaan konsep yang salah, klasifikasi contoh-contoh yang salah tentang penerapan konsep, pemaknaan konsep yang berbeda, kekacauan konsep-konsep yang berbeda, dan hubungan hierarkis konsep-konsep yang tidak benar.

Penyebab miskonsepsi
Berbicara miskonsepsi, tentu banyak faktor penyebabnya, mungkin diantaranya karena faktor perkembangan intelektual individu dari tahap ke tahap. Perkembangan itu menurut teori Piaget terjadi secara berurutan mulai dari sensorimotor, pre-operasional, operasional konkrit, menuju ke operasional abstrak/ operasi formal. Seseorang, dalam perkembangannya, hanya berada pada satu tahap tertentu atau dalam transisi antara dua tahap yang berurutan. Oleh karena itu kelompok Piaget menyarankan agar pembelajaran disesuaikan dengan tahap-tahap perkembangan intelektual siswa. Namun demikian siswa tidak berarti tidak lagi menghadapi masalah bila pembelajarannya telah sesuai dengan tahap perkembangan intelegensinya, karena paling tidak ada empat faktor yang berpengaruh pada perkembangan itu, yatitu proses menuju kedewasaan, interaksi social, pengalaman hidup dan ke-tidakseimbang-an kognitif.
Proses menuju kedewasaan merupakan fungsi dari waktu. Semakin tua umurnya ia semakin dewasa. Interaksi social merujuk pada hubungan dan interaksi antara dirinya dengan keluarga dan teman-temannya. Pengalaman hidup diperoleh dari hasil pemahamannya tentang dunia sekitarnya. Pada umumnya dengan cara membandingkannya dengan yang lain. Ke-tidakseimbangan kognitif merujuk pada situasi konflik antara pengetahuan yang lama dan pengetahuan yang baru. Konflik semacam ini menuntun siswa mengajukan berbagai pertanyaan.
Ke-tidakseimbang-an ini akan diselesaikan melalui proses asimilasi dan akomodasi. Asimilasi merupakan usaha untuk menempatkan pengetahuan yang baru di antara pengetahuan yang telah ada. Dengan cara seperti itu, pengetahuan yang baru menjadi berarti baginya, pengetahuan baru menjadi bermakna baginya. Namun, kenyataannya proses asimilasi itu tidak selalu mulus berlangsung. Karena itu, proses akomodasi mengambil alih.
Akomodasi merujuk suatu proses menyusun cara berpikir baru untuk menghadapi sesuatu yang sungguh-sungguh baru atau karena proses asimilasi tidak dapat berlangsung. Cara berpikir berpikir menghadapi dunia ini, sering disebut struktur mental. Sesaat setelah terbentuk, struktur mental ini akan dipakai berulang-ulang dari waktu ke waktu dalam menghadapi pengetahuan yang baru. Kemungkinan juga akan dihasilkan struktur mental yang baru, maka siswa akan membuat hubungan antara masing-masing struktur mental itu satu dengan yang lain.
Miskonsepsi tidak hanya terjadi pada siswa tetapi juga terjadi pada guru. Hal ini menyebabkan miskonsepsi pada siswa semakin besar. Miskonsepsi juga dapat terjadi pada buku-buku yang dijual di pasaran. Jika buku tersebut digunakan guru dan siswa sebagai sumber belajar maka guru dan siswa tersebut akan mengalami miskonsepsi dan bahkan makin memperkuat miskonsepsi yang sebelumnya sudah terjadi.
a.    Siswa
Konsep awal yang dimiliki siswa menunjukkan bahwa pikiran siswa sejak lahir tidak kosong atau diam. Selama melakukan interaksi dengan lingkungannya siswa terus aktif mencari informasi untuk memahami sesuatu. Menurut teori konstruktivistik, proses kontruksi pengetahuan seseorang akan terbangun sejak lahir. Siswa yang baru belajar secara formal di sekolah pada usia 6-7 tahun, sudah memiliki konsepsi awal sesuai dengan pengalaman dan informasi yang diterimanya dari orang tua dan lingkungan sekitarnya. Dalam hal ini, sangat besar kemungkinan konsepsi awal yang dimiliki siswa tidak sesuai dengan konsep ilmiah yang dalam bidang IPA.
Banyak hal lain yang menyebabkan terjadinya miskonsepsi yang ditimbulkan oleh siswa itu sendiri. Diantaranya tahap perkembangan kognitif yang tidak sesuai dengan konsep yang dipelajari, penalaran siswa yang terbatas dan salah, kemampuan siswa menangkap dan memahami konsep yang dipelajari, dan minat siswa untuk mempelajari konsep yang diberikan dan diajarkan.
b.    Guru
Miskonsepsi pada siswa tidak hanya terjadi pada lingkungan keluarga tetapi juga dapat terjadi karena miskonsepsi yang terjadi pada guru. Guru yang tidak menguasai bahan ajar atau memiliki pemahaman yang tidak benar tentang suatu konsep akan menyebabkan siswa mengalami miskonsepsi. Banyak guru yang melaksanakan pembelajaran IPA hanya dengan berbicara dan menulis di papan tulis. Guru jarang bahkan tidak pernah melaksanakan kegiatan eksperimen atau demonstrasi. Guru jarang memberikan contoh-contoh penerapan konsep yang dipelajari dalam kehidupan sehari-hari di lingkungan siswa. Bahkan masih banyak guru yang melaksanakan pembelajaran atas dasar tugas rutin yang harus selesai pada waktunya. Hal ini menyebabkan guru berlari sendirian sementara siswa tetap diam di tempat atau terseok-seok mengikuti guru dengan caranya sendiri.
Materi IPA di sekolah bukanlah mata pelajaran yang berisi sejarah IPA tetapi merupakan materi yang dikembangkan berdasarkan pengalaman dan kegiatan konkret. Oleh karena itu, mata pelajaran IPA tidak dapat diberikan dengan berbicara dan menulis saja tetapi harus didasarkan pada pengalaman siswa dalam kehidupan sehari-hari dan diperoleh melalui kegiatan praktikum atau langsung berinteraksi dengan benda yang dipelajari.
c.       Metode pembelajaran
Pemilihan guru terhadap metode pembelajaran dan pelaksanaannya di kelas sangat berpengaruh terhadap terjadinya miskonsepsi pada siswa. Oleh karena itu, guru perlu memahami dan memiliki keterampilan dalam memilih metode pembelajaran yang akan dilaksanakannya. Berikut beberapa contoh metode pembelajaran dalam IPA.
Metode ceramah merupakan metode yang paling banyak dipilih dan dilaksanakan oleh guru di sekolah. Mengapa? Dengan berbagai argumentasi, tentunya semua guru dapat memberikan alasan mengapa akhirnya mereka memilih metode ceramah. Metode ceramah memang dapat digunakan dalam pembelajaran IPA. tetapi akan lebih baik jika guru tidak membatasi diri dengan satu metode saja. Guru perlu kritis dengan metode yang dipilih dan digunakannya. Metode ceramah yang tidak memberi kesempatan pada siswa untuk bertanya dan mengungkapkan gagasannya seringkali meneruskan dan memupuk miskonsepsi.
Metode demonstrasi merupakan salah satu metode yang dianjurkan dalam pembelajaran IPA. Metode demonstrasi dilakukan untuk mengatasi kekurangan alat dan bahan pembelajaran. Fungsi metode demonstrasi adalah memberikan pembuktian bagi suatu konsep dengan cara melakukan, mengamati dan menguji. Metode demonstrasi juga membuat pembelajaran lebih menarik, untuk memperkenalkan cara kerja alat atau memperkenalkan penggunaan alat dan bahan untuk melakukan eksperimen. Metode demonstrasi sebaiknya tidak hanya menampilkan peristiwa IPA yang benar saja. Metode demonstrasi yang selalu menampilkan peristiwa yang benar saja dapat membuat siswa bingung dan tidak punya keinginan untuk mencoba sendiri sehingga siswa mengalami miskonsepsi. Oleh karena itu, metode demonstrasi hendaknya menampilkan peristiwa yang benar dan yang salah serta menggunakan peristiwa dalam kehidupan sehari-hari siswa.
Metode eksperimen merupakan metode yang sangat dianjurkan dalam pembelajaran IPA karena melalui praktek sendiri mempelajari peristiwa alam siswa diajak untuk mengenali dan menganalisis penyebab dan dampak peristiwa alam dalam kehidupan sehari-hari. Namun penggunaan metode eksperimen tidak selamanya menjadi yang terbaik. Penggunaan metode eksperimen yang sifatnya membuktikan sesuatu dan sudah diketahui jawabannya sebelum kegiatan eksperimen dilakukan akan menyebabkan kegiatan eksperimen tersebut tidak bermakna bahkan menimbulkan miskonsepsi pada siswa. Hal ini terjadi jika kegiatan eksperimen dilakukan dengan data-data yang sangat terbatas sehingga konsep IPA yang dipelajari menjadi sulit dipahami siswa.
Metode diskusi merupakan metode yang banyak digunakan guru dalam pembelajaran IPA terutama jika pembelajaran tersebut dilaksanakan dengan kelompok belajar siswa. Metode diskusi pada dasarnya merupakan kerja kelompok siswa yang berperan membantu siswa untuk mengembangkan dan memeriksa kembali konsep dan pengetahuannya dengan membandingkannya dengan konsep dan pengetahuan siswa-siswa lainnya. Namun, metode diskusi juga dapat menyebabkan terjadinya miskonspsi pada siswa jika dalam kelompok diskusi tersebut siswa mempunyai konsep yang salah maka kesalahan tersebut akan semakin diperkuat oleh siswa lain. Jika hal ini dibiarkan maka akan terjadi miskonsepsi pada siswa. Oleh karena itu, guru hendaknya membantu siswa dalam menanggapi konsep yang dipelajari dan memperbaikinya.

Ada banyak cara untuk membantu siswa mengatasi miskonsepsi. Secara umum, kiat yang tepat untuk membantu siswa mengatasi miskonsepsi adalah mencari bentuk kesalahan yang dimiliki siswa itu, mencari sebab-sebabnya, dan menemukan cara yang sesuai untuk mengatasi miskonsepsi tersebut.
Hal pertama yang harus dilakukan guru adalah memahami kerangka berpikir siswa. Dengan memahami apa yang dipikirkan siswa dan apa gagasan siswa diharapkan guru dapat mengetahui penyebab miskonsepsi dan menemukan cara mengatasi miskonsepsi tersebut.
Hal yang dapat dilakukan guru adalah:
a) memberi kesempatan pada siswa untuk mengungkapkan gagasan dan pemikirannya mengenai bahan yang sedang dibicarakan secara lisan atau tertulis;
b) memberi pertanyaan kepada siswa tentang konsep yang biasanya membuat siswa bingung dan siswa diminta menjawab secara jujur; dan
c) mengajak siswa untuk berdiskusi tentang bahan tertentu yang biasanya mengandung miskonsepsi, dan guru membiarkan siswa berdiskusi dengan bebas. Selanjutnya guru menemukan cara mengatasi miskonsepsi berdasarkan penyebabnya seperti yang diuraikan pada bagian sebelumnya.

Kapan miskonsepsi terjadi?
Menurut teori perkembangan intelektual Piaget, miskonsepsi akan terjadi jika struktur mental yang ada tidak cukup akurat untuk mengakomodasi pengetahuan yang baru. Miskonsepsi akan mudah diketahui melalui penalaran yang digunakan mungkin kurang masuk akal, mungkin kurang lengkap, mungkin juga kurang jelas.
Sementara itu, kelompok konstruktivisme, melihat bahwa porses konstruksi pengetahuan itu tidak melulu hanya logika berpikir tetapi merupakan campuran antara pengalaman, hasil pengamatan, kemampuan berpikir, dan kemampuan berbahasa. Karena itu, pengetahuan yang dikonstruksi siswa tidak akan mungkin sama seratus persen antara yang satu dengan yang lain. Apalagi, jika dibandingkan dengan pengetahuan yang disusun para ilmuwan. Orang mengatakan konsepsi yang berbeda dari konsepsi ilmuwan disebut miskonsepsi, karena konsepsi ilmuwan dianggap yang „benar‟.


Contoh miskonsepsi dalam IPA:
Miskonsepsi dalam Gerak, Gaya, dan Energi
Benda yang besar (atau berat) akan jatuh lebih dulu
Jawablah pertanyaan berikut:
Rounded Rectangle: Sebuah kelereng dan bola besi tolak peluru dijatuhkan bersamaan dari ketinggaian yang sama. Pernyataaan manakah yang benar? 
A. Kelereng sampai di tanah lebih dulu 
B. Bola tolak peluru sampai di tanah lebih dulu 
C. Kedua benda tersebut jatuh bersamaan. 

 








Apabila pertanyaan ini ditanyakan ke siswa Anda, kebanyakan mereka akan memilih jawaban B. Siswa Anda telah akrab dengan benda jatuh, dan berdasarkan pengalaman sehari-hari dan dari intuisi mereka, benda yang berat akan jatuh lebih cepat dibandingkan dengan benda yang ringan. Sebagai misal, sehelai bulu akan jatuh lebih lambat dibandingkan dengan setumpuk buku. Hasil pengalaman dan intuisi ini oleh siswa digeneralisasikan menjadi sebuah pemahaman bahwa benda yang berat jatuh lebih cepat daripada benda yang ringan. Padahal, selain gaya gravitasi terdapat satu gaya lagi yang berpengaruh terhadap benda jatuh, yakni gaya gesek benda dengan udara. Sehelai bulu akan melayang-layang di udara, karena gaya geseknya dengan udara cukup besar untuk mengimbangi gaya berat bulu. Apabila faktor gesekan udara ini tidak terlalu berpengaruh, misalnya di tabung hampa udara atau untuk benda pejal berbentuk bola, maka kedua benda akan sampai di tanah dalam waktu yang bersamaan. Jadi, jawaban yang benar adalah C.


Matahari bergerak mengelilingi bumi. Setiap hari, kita melihat matahari di pagi hari terbit di ufuk timur. Tengah hari berada tepat di atas kepala kita. Senja hari, tenggelam di ufuk barat. Kesimpulan apa yang dibuat siswa-siswa Anda?. Ya, banyak anak usia SD yang berpendapat bahwa matahari bergerak mengelilingi bumi dari timur ke barat siang malam. Pengalaman dapat menimbulkan miskonsepsi.
Ayam berkokok mempengaruhi matahari terbit. Setiap subuh, Anda mendengar suara ayam berkokok demikian juga yang tinggal berdekatan dengan mesjid, atau surau mendengar suara Azdan subuh. Tidak lama kemudian Anda melihat matahari terbit. Apa kesimpulan Anda? Para murid Anda ada yang berpendapat ayam berkokok mempengaruhi matahari terbit. Pengamatan yang kurang memadai dapat menghasilkan miskonsepsi.
Miskonsepsi tentang Fotosintesis dapat dilakukan pada malam hari. Fotosintesis pada tumbuhan hanya dapat terjadi dengan bantuan cahaya matahari, sehingga hanya bisa dilakukan pada siang hari.
Miskonsepsi di tingkat SD
Marilah kita lihat bagaimana perhatian dunia terhadap miskonsepsi ini. Sudah berulang kali dilaksanakan seminar internasional tentang miskonsepsi. Diawali di Universitas Cornell, AS pada bulan Juli 1983 (Helm and Novak, 1983). Ada 55 makalah dan diikuti oleh 118 orang. Makalah-makalah itu meliputi: perspektif teoritis dan filosofis (8 makalah), isu-isu instruksional (9 makalah), panelitian dan isu-isu metodologisnya (12 makalah), perspektif etimologis dan histories (12 makalah), IPA SD (2 makalah), fisika (12), biologi (6), Kimia (1), dan matematika (5). Belakangan banyak peneliti mengarahkan perhatiannya pada IPA SD.
Khusus tingkat SD, pada awalnya memang hanya sedikit peneliti yang sungguh memperhatikan keberadaan miskonsepsi ini, karena saat itu ada anggapan bahwa siswa SD sungguh belum memiliki pengethauan awal. Belakangan anggapan tersebut mulai ditinggalkan. Sedikit demi sedikit penelitian miskonsepsi di tingkat SD semakin berkembang.
Siswa SD datang ke sekolah telah membawa pengetahuan tentang bagaimana sesuatu itu terjadi. Mereka juga punya harapan-harapan yang memungkinkan mereka membuat dugaan-dugaan. Sejak usia dini mereka telah memiliki gagasan-gagasan tentang dunia di sekitar mereka.
Fisher (1985) mengatakan bahwa miskonsepsi dapat memenuhi kebutuhan yang bersangkutan yang disebabkan yang bersangkutan bingung, atau memang kekurangan pengetahuan. Ada sejumlah karakteristik miskonsepsi di tingkat SD ini. Miskonsepsi merupakan varian dari konsepsi ilmuwan, karena itu tidak konsisten dengan pemikiran para ahli. Miskonsepsi tersebar ke seluruh tingkat kepandaian dan seluruh tingkat kelas. Ada sejumlah mikonsepsi yang sungguh sulit diperbaiki. Miskonsepsi sering diperkuat oleh kerangka berpikir siswa yang cukup kokoh sehingga sukar diubah. Penelitian juga menunjukkan bahwa sejumlah guru juga memiliki miskonsepsi.
Clough dan Wood-Robinson (1985) menyarankan lebih detail lagi. Mereka minta agar pembelajaran diawali dengan menggali gagasan siswa dan mempergunakan gagasan tersebut sebagai batu pijakan selanjutnya. Mereka juga menyarankan agar digunakan struktur pembelajaran yang memfasilitasi perubahan konseptual ini (sudah diakomodasi dalam bahan ajar ini).
Sejumlah penelitian juga menyarankan agar siswa diberi keleluasaan mengeksplorasi gagasannya sendiri tanpa tekanan dari yang lain. Seperti yang dibicarakan pada Unit 2 subunit 2, kelas dipandang sebagai masyarakat pencari pengetahuan.

Hopps (1985) memberikan sejumlah gagasan segar tentang miskonsepsi ini. Pertama kita tidak dapat mengharapkan siswa dapat mengidentifikasi stimuli kunci tanpa bantuan para guru. Kedua, kita juga tidak dapat mengharap siswa memfokuskan perhatiannya pada aktivitas kunci tanpa bantuan para guru. Dan ketiga, model perubahan konseptual perlu diimplementasikan.